Proses menciptakan sesuatu,
apapun, bisa dibilang punya satu kemiripan. Proses calon komikus menjadi
komikus. Proses calon penulis menjadi penulis. Proses calon istri menjadi
istri. Amati, tiru, modifikasi. Kalau ada satu hasil cipta yang mirip dengan hasil
cipta yang lain, jangan terburu-buru bilang plagiat. Cek dulu. Bisa-bisa jadi
boomerang loh kalau asal menyerang.
Dua dunia yang dekat dengan duniaku, menulis dan menggambar. Dua dunia yang saling melengkapi. Sebuah
tulisan akan terasa lengkap dengan adanya gambar. Satu gambar akan lebih
lengkap kalau ada tulisan. Ada yang bilang, picture
can speak louder. Tanpa perlu tulisan, satu gambar bisa mengartikan banyak hal.
Tulisan yang tercetak di benak masing-masing.
Satu lagi dunia yang bisa
melengkapi, musik. Menulis, menggambar, dan musik. Perpaduan yang pas. Aku
bukan komikus, bukan juga pemusik, tapi bukan satu kemustahilan aku bisa
menggabungkan gambar dan musik dalam duniaku, dunia menulis. Pengen banget
suatu saat tulisan-tulisanku menjelma menjadi film, mewujud menjadi komik,
berubah menjadi satu alunan nada.
Dulu, saat aku mengikuti kemah
film satu UKM, aku berkata dengan yakin, ingin menjadikan tulisan-tulisanku sebuah film. Ah, aku lupa satu hal. Film. Selain gambar dan musik, film
juga sangat dekat dengan dunia menulis. Aku tertarik bergabung dengan UKM itu karena ingin menjadi penulis skenario. Aku tertarik karena duniaku memang masuk
ke dalamnya.
Aku pernah berlangganan majalah
yang isinya banyak cerpen. Aku juga berlangganan majalah yang isinya banyak
komik. Proses keduanya sama. Calon penulis menjadi penulis dan calon komikus
menjadi komikus. Aku merasakan passion yang sama. Semangat yang sama.
Proses ini bisa
berjalan terus tanpa kenal kata berhenti. Seorang pro enggak mungkin berhenti
berproses. Seorang pemula juga seharusnya memiliki semangat yang sama seperti
seorang pro. Terus berproses, terus.. dan terus.
Sayangnya ada saja seseorang yang
menginginkan sesuatu yang instan. Enggak mau mengikuti proses yang jalannya
enggak bisa dipastikan kapan waktunya. Kapan selesai, kapan berakhir, karena
berproses itu memang enggak mengenal keduanya. Seperti susu yang rusak karena
setitik nila, begitu juga cara instan dalam berproses.
Plagiat. Familiar dengan istilah
ini? Ingin tulisan segera dimuat majalah, ingin komik segera debut di platform
komik online, hanya ingin "segera" tanpa menginginkan proses. Semua usaha, semua
perjuangan akan runtuh seketika saat mengenal tujuh huruf ini, P-L-A-G-I-A-T.
Apa nikmatnya plagiat? Hanya kesenangan semu. Kesenangan yang melenakan.
Sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga.
Pernah ada plagiator yang dengan
bangganya meng-copy-paste karya orang lain. Parahnya, hasil plagiat berhasil
lolos seleksi media nasional. Saking lihainya si plagiator atau
karena si penyeleksi saat itu baru patah hati karena cintanya
bertepuk sebelah tangan yang efeknya mengurangi fokus? Karya plagiat saja
sampai bisa lolos. Kecolongan.
Aku pernah mengalami fase
plagiat. Dulu, masa-masa SMP, masa-masa aku enggak kenal apa itu plagiat. Amati, tiru,
modifikasi. Seharusnya begitu, tapi sayangnya waktu itu aku justru amati, tiru,
kemudian akui. Aku bersyukur mengenal plagiat sebelum terjatuh di lubang buaya. Disadarkan sebelum terlambat dan akhirnya meruntuhkan semuanya.
Apa plagiator yang expert itu
karena belum mengerti apa itu P-L-A-G-I-A-T? Are you kidding me?
Teruslah berproses. Jangan pernah kenal kata "usai sampai di sini".
Cukup Raisa yang usai sampai di sini.
Jogja, 06.09.2017
Komentar
Posting Komentar