Langsung ke konten utama

PARIS

Alkhamdulillah pagi ini aku bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Jadi bisa sholat subuh berjama'ah di Masjid SuKa. Kenikmatan saat bisa sholat jama'ah, tepat waktu pula, sungguh terasa. Hati rasanya tenang dan damai.

Minggu pagi, 24 Februari 2013, aku dan teman-teman De-Ha, kostku, ngadain touring ke Paris a.k.a Pantai Parangtritis. Bagi sebagian orang, Paris tentu biasa saja. Bagiku juga sama. Paris terlihat sama saja dengan Pantai Petanahan, Pantai Suwuk, pantai yang pernah kukunjungi. Aku belum pernah berkunjung ke pantai yang berhasil membuatku takjub akan keindahannya yang subhannallah sekali. Pantai-pantai yang aku sebutin itu memang memiliki keindahan tersendiri, tapi bagiku biasa saja. :D (Mungkin karena sering ke Pantai Petanahan dan Pantai Suwuk kali ya)


Pagi itu, aku, Mas Fahmi, Bashofi, Muadz, Ipul, Richi, Mas Zen, dan Abangnya (mungkin) on the way ke Paris pukul 06.00. Alkhamdulillah berkat aku bangun tepat waktu dan sholat subuh berjama'ah, persiapan berangkat itu nggak terlalu grasa-grusu. Touring ini mengingatkanku akan touring ke Pacitan (lebih tepatnya kondangan ke rumah Ustadz Arfi sih). Sayangnya Zuhri, Mas Arif, Rudi, Asep, Yusup, Syarqim, Novan, Andri, Miko, Mas Wahid, nggak bisa ikut. Kalau ikut semua pasti semakin seru.

Sebelum go, aku menyempatkan diri untuk sarapan. Burjo deket SD Sapen yang biasanya buka 24 jam, beberapa hari ini tampak tutup saat subuh hari. Entah kenapa. Akhirnya aku ke burjo seberang Indomaret. Alkhamdulillah buka. Tadinya aku pesimis, kayaknya belum buka deh itu burjo, tapi aku tetep jalan ke burjo itu buat mastiin, dan ternyata buka. Aku pesan nasi telor yang murah-meriah dan nggak terlalu repot nyiapinnya.

Berhubung bensin motorku limit, di tengah perjalanan mampir dulu ke pom bensin. Saat itu aku baru menyadari sesuatu: hapeku ketinggalan di kost. Rasanya, sebagian diriku ada yang hilang. Nggak utuh gitu deh.

Hape memang sekarang sudah menjadi bagian dari hidup. Nggak bisa terpisahkan. Kemana pun pergi, hape harus selalu dibawa, entah kepake atau nggak. Aku pengen balik ke kost ngambil hape, tentunya nggak mungkin. Akhirnya aku ikhlasin hapeku yang ketinggalan di kost. :D :P

Kali ini benar-benar namanya touring, walau belum sepenuhnya bisa dibilang touring sih. Posisi perjalanan santai (walau sering-seringnya ngebut), berjajar (sering-seringnya berlomba saling mendahului, tapi lebih sering ngebutnya), dan aku selalu berada di urutan terakhir. Nggak apa sih, asal nggak ketinggalan aja. Kalo ketinggalan kan bisa repot. Gimana aku bisa hubungin salah satu dari teman-temanku kalo aku sendiri nggak bawa hape. Bawa hape sebenernya, tapi hape lamaku, yang bisa dibilang nggak berfungsi. Nggak ada simcard-nya sih.

Sampai di Paris mungkin sekitar pukul 07.00. Nggak sempet lihat jam. Dan berkat Mas Fahmi yang sering menjelajah, kita bisa masuk Paris tanpa bayar dan bebas biaya parkir. Resiko parkir gratis, harus bawa motornya sampai ke bibir pantai. Dzolim sebenernya. Bibir pantai kan area khusus bukan untuk kendaraan bermotor. Lagipula naik motor di atas pasir pantai (di bibir pantai pula) nggak nyaman. Motor goyang-goyang karena ban agak melesak di pasir. Belum lagi resiko mesin motor mati kena air laut. Air laut bisa merusak (atau mematikan, ah sama aja ya) mesin motor. Dan itu terjadi pada motor Bashofi. Waktu itu nerjang air laut yang bisa dibilang agak dalam (namanya juga di bibir pantai).

Alkhamdulillah nggak terjadi apa-apa dengan motorku. Setelah motor diparkir, saatnya main air. Mas Zen, Mas Fahmi, Bashofi, Ipul, Muadz, semangat dan antusias banget main bola plastik sambil main-main ombak di bibir pantai. Mereka langsung ganti kostum. Richi dan Abangnya Mas Zen tampak biasa aja. Aku juga biasa aja sih. Aku nggak ikut permainan bola plastik mereka. Aku hanya menonton mereka aja.

"Ayo nikmatin," kata Abangnya Mas Zen sambil tiduran di atas pasir dan ombak yang menyapa pantai.

"Setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menikmati ombak ini, dan inilah caraku," kataku yang tengah menenggelamkan kaki telanjangku di dalam ombak dan pasir pantai.

Semua tampak enjoy menikmati pantai pagi itu. Bashofi melempar air laut padaku, berharap aku basah seperti dia dan teman-teman yang lain. Mas Fahmi juga melempar pasir ke arahku. Alhasil aku basah kuyup juga walau nggak seekstrim kebasahan teman-temanku. :D

Aku akhirnya pun duduk sambil menikmati deburan ombak. Jarang-jarang bisa main ombak. Mumpung ada kesempatan, aku main aja sampai basah kuyup. Baju dan celana penuh pasir, dan aku nggak bawa baju ganti. Enjoy aja. \(^ ^)/

Puas main air laut, kita memutuskan untuk berpisah dari pelukan Paris. Sebelum pulang, bersih-bersih dulu di air tawar diantara bebatuan besar. Aku sih cuma bersih-bersih sandal dan kaki yang penuh pasir basah aja. Saat pulang itulah aku melihat penampakan (memalukan banget) yang sangat nggak sopan. Seorang cowok (bukan anak kecil) dengan pedenya cuma mengenakan celana dalam doang. Auratnya kemana-mana. Bagi cowok memang nggak masalah telanjang dada di depan umum, asal aurat cowok (yang nggak sebanyak cewek tentunya) tertutup. Benar-benar nggak tahu malu. Aku kaget, saat pertama kali lihat tuh cowok, aku kira telanjang bulat. Memalukan banget. Persis orang gila jadinya.

Pantai sih pantai, basah-basahan sih basahan, tapi nggak kayak gitu juga. Pake celana selutut nggak susah kan? Heran aku. Selama aku berkunjung ke pantai, nggak pernah lihat cowok (apalagi cewek) kayak gitu. Paling banter telanjang dada dan pake celana (ini cowok lho. Kalo cewek kayak gini di depan umum, gaswat).

Ini baru di Paris, belum di tempat lain. Kata Pandji, penulis Nasional.Is.Me, di Bali (pantainya tentu) pengunjungnya malah ada yang telanjang bulat (turis asing sih). Tuh kan. Hadeuuuh... ada apa dengan dunia sekarang ya? Kok kayak nggak punya malu gitu?

Dalam perjalan pulang dari Paris, kita nyempetin makan mie ayam dan bakso di kedai pinggir jalan. Aku pesen mie ayam. Rasanya, not bad. Richi cuma pesen es jeruk. Entah dia nggak bawa uang atau lagi ngirit, tapi hello... bepergian nggak bawa uang cukup? Backpacker sekaleee.

Perut telah terisi, perjalanan kembali dilanjutkan. Di tengah perjalanan (udah deket De-Ha sebenernya) aku misah sama Mas Fahmi dkk. Tadinya aku ngikutin Mas Zen, tapi aku agak nggak yakin. Aku nggak paham jalan pulang, jangan-jangan Mas Zen mau langsung pulang ke kostnya? Aku pun menepi dan mencoba menunggu Mas Fahmi dkk. Ternyata nggak muncul. Entah lewat mana mereka.

Sampai De-Ha pukul 10.00 atau 11.00. Langsung mandi. Lengket rasanya dan banyak pasir. Walau sebentar, tapi asyik. Harapanku sih ke depannya De-Ha bisa ngadain pergi bareng lagi, karena disaat seperti itulah kita semua bisa tertawa lepas dan tanpa kekakuan. Semoga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan