Langsung ke konten utama

MASA ITU Part. 1

25 Februari 2013
pukul 20.40

Aku tiba-tiba ingin berbagi cerita tentang masa-masa kost-ku saat Aliyah. Sekarang, rasanya kangen juga dengan kost sederhana itu. :) Aku mulai mengenal kehidupan kost saat duduk di bangku Aliyah tahun pertama. Aku kost bukan tanpa alasan. Selain jarak yang jauh, 18 km, demi itu aku juga harus rela (dan Insya Allah ikhlas ^ ^) bangun leeebih pagi dan harus sudah di angkot pukul 06.00 bersama ibu-ibu penjual sayur. Lebih dari jam itu, angkot selalu penuh yang di dalamnya rata-rata anak sekolah. Jujur saja, aku nggak suka dengan angkot yang terlalu penuh. Bikin susah pas mau turun. Apalagi kalau posisi di belakang. Menerjang desak-desakan di dalam angkot saat akan turun, sungguh sesuatu, apalagi dengan postur yang di atas rata-rata ini. :P


Sebulan setelah aku merasakan sensasi laju naik angkot, aku mulai merasa lelah dan... mungkin bisa dibilang bosan. Tiap hari aku harus bangun lebih pagi, mandi lebih pagi, berangkat sekolah lebih pagi, disaat mereka yang sama denganku masih belum melakukan apa-apa atau santai saja. Jelas, aku nggak bisa sesantai mereka. Aku nggak suka dengan tergesa-gesa. Aku lebih suka menyiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari daripada segalanya serba terburu-buru.

Awalnya aku ingin mondok di PonPes Rodhotut Tholibin. Bapak survey pondok itu. Seperti lazimnya pondok pada umumnya, aku nggak bakal dapat fasilitas pribadi. Namanya juga pondok, apa-apa ya harus satu untuk semua. Tadinya sih aku nggak masalah dengan itu, tapi semakin kesini aku akhirnya nggak jadi mondok disana. :P

Aku pun dapat info kost dari Afif, salah satu teman di Aliyahku yang juga bakal satu kost denganku nantinya. Setelah Afif bercerita ini-itu tentang kostnya, aku pun tertarik. Apalagi Shodiq, teman sekelasku yang dulu juga satu Tsanawiyah denganku juga kost di tempat yang sama dengan Afif.

Pada hari yang telah direncanakan, aku dan Bapak meluncur ke calon kost-ku. Rumah kost itu sederhana. Nggak bagus, nggak juga jelek. Pemiliknya Bu Salim dan anaknya, Mas Anam. Aku pun kost disitu selama masa Aliyahku. Banyak suka-duka aku alami di kost yang sebulannya Rp 35.000 itu. Murah kan? Kost sebulan di bawah Rp 50.000, di Jogja mana ada? Kalau ada, pasti rumah gubuk di tengah sawah (lebay).

Uang per bulan Rp 35.000 itu murni tanpa embel-embel yang lain. Bu Salim dan Mas Anam bilang, uang itu digunain buat bayar listrik. Bisa dibilang aku nggak bayar tempat bernaung, tapi bayar listrik doang. Dengan biaya segitu, jangan berharap dapat fasilitas yang "wah" sih. WC-nya, sungguh sesuatu. Bukan mewah dan bagus banget, tapi hmmm bisa dibilang kotor dan jorok. Tiap mau hajat, harus bawa air satu ember. Kotor kamar mandi dan WC-nya. Waktu itu ajaibnya aku enjoy. Bukan cuma aku, tapi juga teman-teman yang lain.

Selain kamar mandi dan WC yang sesuatu, kamarnya pun sesuatu. Nggak kotor sih. Bisa dibilang standar, tapi nyamuknya itu lho, buanyaaak banget. Kamarku yang terletak di belakang (dekat sumur, kamar mandi, WC, dan dapur) membuat nyamuk begitu bergairah menjadikan aku donor tetap mereka. Aku pernah sampai mengalami kulit bentol-bentol dan lecet gara-gara nyamuk yang saking banyaknya.

Bu Salim dan Mas Anam, mereka sama dalam hal menjaga kebersihan. Istilah dalam Bahasa Jawa, clebek. Bayangkan saja, air bekas mencuci piring dan perabotannya, yang tentunya berminyak dengan bau rupa-rupa, nggak dibuang dan dipakai untuk mencuci barang yang sama nanti. Alasannya sih sayang kalau dibuang begitu saja. Setelah dipakai beberapa kali, biasanya dilimpahin ke bebek peliharaan mereka atau menjadi air buat ngeguyur pup di WC. Tentunya Bu Salim, selaku Ibu Kost yang melakukan hal clebek itu.

Sabun yang digunakan sedikit banget. Alhasil, piring dan kawan-kawannya jadi berminyak walau pun sudah dicuci. Ajaibnya ya, ajaibnya, aku bisa menerima keadaan itu dan bertahan hingga tiga tahun masa Aliyahku. Kadang-kadang aku juga makan pakai perabotan itu. Ajaib memang. Kalau sekarang harus begitu lagi, aku ogah. 100% menolak. He he he... :D

Banyak banget kenangan di kost itu. Tiga tahun aku tinggal disana. Banyak kenangan yang aku torehkan disana. Masih banyak yang ingin aku ceritain, tapi sekarang, ini dulu saja ya. Aku akan menceritakan tentang teman-teman kost-ku yang unik, nanti. Bukan hanya teman-teman kost-ku, tapi juga pernak-pernik selama tiga tahun aku kost (walau tiap weekend aku pulang :P).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan