Langsung ke konten utama

Warna-warni Menjelang Nonton

Nekat. Bukan nekat sih, tapi penasaran. Eh bukan penasaran, tapi pengen. Ya, pengen aja. Keinginan sejak 12 12 12 lalu. Mau tahu apa? Nonton 5 cm. Dari kemarin-kemarin tuh pengeeen nonton film adaptasi novel karya Dhonny Dirgantara itu. Iya, kemarin-kemarin. Udah berapa minggu ya? Hitung sendiri ya kalo mau tau udah berapa minggu. Intinya sejak rilis pertama 5 cm tanggal 12 12 12 itu.
Pas launching, aku nonton di 21 Amplaz. Mau tau sama siapa aku nonton? Sendirian men. Iya, sendiri. Silakan deh kalo mau ketawa, tapi bagiku nonton sendirian itu nggak aneh kok. Sesuatu yang wajar kali. Waktu itu sih aku pengen ngajak Dinda, Ayun (catatan: bayar sendiri-sendiri ya), tapi aku mikir lagi. Apa mereka bisa? Udah dua kali ajakan nontonku mereka tolak dengan berbagai alasan (nggak apa). Dan saat itu, tiketnya langsung ludes. Aku tunda deh. Mau nyari waktu (dan budjet tentunya) yang pas.
My first movie (film yang aku tonton pertama kali di layar perak maksudnya) Perahu Kertas, aku ngajak Dinda, Imas, Mardha, Ayun, Rahma, trus Fian mengajuin diri ikut. Waktu itu menjelang Lebaran gitu deh, dan Perahu Kertas release pas libur Lebaran gitu. Aku excited banget. Secara, ini kali pertama aku ke bioskop, ya rada kampungan gitu deh (ini ciyus lho). Ya, pertama kali. Di Kebumen mana ada bioskop? Jangankan bioskop, layar tancep pun nggak ada. Bioskop di Kebumen kalah sama TV dan seperangkatnya. Dulu sih pas aku awal aliyah atau tsanawiyah gitu, di Kebumen ada bioskop. Waktu itu ada promo film Heart. Nah, film itu release tahun berapa sih? Nah, di tahun itu tuh, bioskop masih ada di kampung halamanku. Entah 21 atau Empire XXI, aku nggak tau. Waktu itu sih aku nggak sempet nonton. Bukan nggak sempet, emang nggak kepikiran aja buat nonton di bioskop.
Lama-lama bioskop di Kebumen mulai gulung tikar, hingga sekarang, nggak ada satu pun bioskop di Kota Beriman itu. Denger-denger sih dulu bioskop di Kebumen sempet happening buat muter film seks gitu deh a.k.a blue movie (kenapa namanya film biru sih? Padahal biru warna favoritku). Itu aku juga kata teman-teman sih. Kebenarannya, wallahu'alam. Sekarang sih nggak ada bioskop emang. Makanya, aku kenal bioskop ya di Jogja ini. Film yang aku tonton pun nggak sembarangan. Aku hanya nonton film-film yang emang aku suka banget, kayak Perahu Kertas adaptasi novel Dee, Breaking Dawn-Stephanie Meyyer, dan 5 cm-Donny Dirgantara. Eh, tiga-tiganya adaptasi dari novel lho. Baru nyadar aku, ternyata film yang aku pilih buat ditonton di layar perak, film adaptasi dari novel. Wah... passion-ku salah satunya emang di dunia tulis. Makanya, film pun nggak jauh-jauh dari dunia tulis-menulis, ya novel itu.
Film 5 cm, aku tonton tanggal 24 Desember 2012 (sekarang ini lho) di Empire XXI. Kali pertama juga aku nonton di Empire XXI. Sebelumnya di 21 terus. Kali ini aku pengen ganti suasana. Pengen ngerasain nonton di Empire XXI. And you know what, berapa harga tiketnya? Rp 35.000 men. Naik Rp 10.000 gara-gara sekarang lagi musim libur. Biasanya kan Rp 25.000 non-weekend kayak gini. Awalnya sih aku sempet galau, jadi nonton nggak ya, nonton nggak ya? Dinda juga nggak bisa. Lagi kanker a.k.a kantong kering dia. Sekarang kan akhir bulan. Dinda ngerekomendasiin Fian sih, tapi aku ogah. Nonton berdua sama cowok? Nggak deh. Kalo berdua sama Dinda aku mau, he he he... (emang maunya)
Akhirnya aku putusin buat nonton 5 cm. Aku mikir, kapan lagi kalo bukan sekarang? Seminggu ini pasti HTM holiday. Apa hingga selesai holiday ini 5 cm masih stay di bioskop? Kayaknya nggak deh. Nanti kayak Perahu Kertas 2 nasibnya yang nggak aku tonton. Hiks. :'(
Nyampe di Empire XXI, karcis parkirnya dibikin jam-jam-an gitu deh. Dua jam pertama Rp 1000 (khusus motor ya). Sejam selanjutnya dan seterusnya ditambah Rp 500. Hadeuuuh... karcis parkir Rp 1000 aja kenapa sih? Nggak usah pake jam-jam-an. Udah nonton, bayar Rp 25.000 (paling nggak segitu kan?), eh... karcisnya tarif per jam. Kayak di bandara aja deh. Entah berapa nanti karcis parkir yang harus aku bayar. Moga sih nggak selangit.
Tadinya aku mau nonton 5 cm jam 19.30, eh... adanya jam 19.25. Itu pun aku telat. Akhirnya aku pilih jam 21.50 deh. Hampir jam 10 malem men. Pulangnya pasti tengah malem. Ini Jogja, bukan Kebumen. Tengah malem gitu, di Kebumen bakal sepiii banget. Sekalipun itu di pusat kota. Tapi pusat kota lebih mending sih daripada di desa-desa. Masih bisa dibilang nggak sunyi senyap deh.
Aku beli tiket sekitar jam 19.30, dan film diputer jam 21.50. Gila! Nunggu dua jam-an kan? (ya sekitar itulah) Aku pulang dulu, jelas nggak mungkin. Takut nggak keburu nontonnya. Nunggu di lobby Empire XXI juga nggak mungkin. Bisa jamuran aku nunggunya. Iya kalo bareng teman yang bisa diajak ngobrol. Ini ngobrol sama siapa? Ngobrol sendiri? Jangan gila dooong. :P
Akhirnya aku putusin buat sholat isya dulu. Biar tenang nantinya. Aku jalan kaki nyari mushola atau masjid. Masuk ke gang-gang kecil di seberang Empire XXI. Gila! Kebanyakan rumah biasa, bukan rumah ibadah, rumah Allah. Aku nggak mau nekat jalan terus. Takut nyasar. Berabe kalo aku nyasar. Bisa-bisa telat nontonnya. Udah bayar mahal-mahal, telat. Ke laut aja deh, tereak-tereak. Akhirnya setelah nyari kesana-kemari (membawa alamat, eh emangnya Ayu Ting Ting?) ketemu juga masjid. Namanya Masjid Asy-Syifa. Sepi banget masjidnya. Nggak ada toilet pula. Padahal aku pengen buang air seni. Di dalam masjid ada orang, cowok, pake baju ungu dengan nomor punggung (aku lupa berapa nomor punggungnya), nunduuuk terus. Kayak lagi tidur gitu deh. Kayaknya sih dia takmir masjidnya. Setelah aku selesai sholat, dia kayak masuk ke kamar gitu. Kamar yang khusus disediain buat takmir masjid. Aku nebaknya sih gitu.
Selesai sholat, aku mau nunggu jam 21.50 di masjid. Tapi masjidnya sepiii banget. Aku akhirnya mutusin buat ke warnet. Lumayanlah buat ngebunuh waktu. Jujur ya aku tuh paaaling males yang namanya nunggu. Apalagi nunggu yang lama, dua jam dan seterusnya, sejam aja aku udah bete banget.
Masalah lagi nih, susah nyari warnet. Muter-muter lagi, akhirnya nemuin juga di deket toko cat Wa Wa Wa. Rada jauh juga dari Empire XXI. Kalo bukan karena ngebunuh waktu, aku sih ogah jalan-jalan, muter-muter gitu. Tapi ada sisi positifnya juga sih. Aku jadi gerak. Lemak yang bersarang di tubuhku bisa aku manfaatin. He he he... lihat sisi positifnya aja deh.
Warnetnya sepiii banget. Beda sama warnet di deket De-Ha. Udah sepi, suram, cuma aku aja pula yang nge-net. Aku doain moga warnet ini (apa sih nama warnetnya? Nggak lihat papan nama pas masuk ke warnet) tetep eksis. Frekuensi buat pake internet warnet di daerah ini ternyata kecil. Kebanyakan pasti pake modem. Lebih fleksibel dan nggak terikat waktu atau jam, kecuali kalo kuotanya abis (pake BimaTri buat ngingetin kalo kuota abis. Biar tetep eksis *nah lho kok aku malah promosi?). :P

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PANGGILAN

Setiap keluarga pasti punya nama panggilan buat anggota keluarganya. Anak pertama dipanggil 'kakak'. Anak kedua dipanggil 'adik'. Anak ketiga dipanggil 'dedek'. Ada juga anak pertama laki-laki dipanggil 'mas'. Anak kedua laki-laki dipanggil 'kakak'. Anak terakhir dipanggil 'adik'. Panggilan ini enggak cuma berlaku buat adik ke kakaknya, tapi juga ayah dan ibu memanggil dengan panggilan ini. Ada juga yang dipanggil Guguk. Panggilan kesayangan buat anjing kesayangan. Ayah dan ibu untuk setiap keluarga juga punya panggilan yang berbeda. Ada yang memanggil 'abah', 'papa', 'bapak', 'abi', 'dad', 'rama'. Ada juga 'ummi', 'mama', 'bunda', 'mom', 'biyung'. Aku memanggil ayah dan ibuku dengan panggilan kesayangan 'bapak' dan 'mamah'. Buat rata-rata keluarga di komplek desaku, panggilan 'bapak' dan 'mamah' jarang banget, teruta

KOBATO

Baru beberapa hari nyelesein nonton semua episode Kobato, anime karya Clamp. Anime yang diproduksi 2009 ini baru aku tonton sekarang, 2014.  Aku emang suka anime, tapi kalo nonton anime update, aku jarang. Biasanya anime yang aku tonton produksi lama. Mulai dari Sailor Moon,  Wedding Peach, Card Captor Sakura, hingga Kobato. Anime-anime itu punya kenangan bareng masa kecilku, kecuali Kobato yang baru aku tahu  sekitar 2011 atau 2012, agak lupa. Pertama kali tahu anime ini dari majalah Animonster (sekarang Animonstar). Waktu itu Kobato yang jadi cover- nya. Itu pun bukan majalah baru, tapi bekas.  Aku beli di lapak sebelah rel kereta di Timoho. Harganya kalau nggak salah Rp 8.500 (padahal harga aslinya Rp 30.000-an :P). Aku tertarik beli  karena cover-nya. Waktu itu sih aku belum tahu Kobato. Suka anime, tertarik dengan Kobato yang jadi cover, aku beli deh majalah itu. Kalau nggak  salah majalahnya edisi 2010. Nah, aku bisa punya seluruh episode Kobato dari Net City, warnet yang a

BUKAN KELUARGA CEMARA

  Rasanya seperti nggak percaya aku ada dalam sebuah geng. Terkesan alay. Eits! Jangan ngejudge dulu, Gus. Nggak semua geng itu alay. Dan nggak semua geng itu hanya untuk remaja SMA demi eksistensi diri. Sebenarnya poin eksistensi dirinya sama sih. Aku, Mbak Iham, Mbak Dwi, Mbak Yatimah, dan Rina secara resmi, hari ini, Minggu, 4 Juni 2023 membentuk sebuah geng bernama Cemara. Berawal dari obrolan random dalam perjalanan menuju Pantai Goa Cemara, kami sempat membahas tentang Keluarga Cemara. Ada Abah, Emak, Euis, Ara, dan Agil. Apakah kami berlima merepresentasikan karakter-karakter karangan Arswendo Atmowiloto ini? Bukan. Hanya karena kami berlima dan pas lagi ngobrol tentang Keluarga Cemara, lahirlah Geng Cemara. Awalnya kami hanya janjian main. Kali pertama kami main ke Solo. Waktu itu Rina belum bergabung di klub ini. Kami hanya janjian main dan... selesai. Kami bikin grup chat dan mengalirlah rencana-rencana untuk main ke mana-mana. Kali ini kami main ke Pantai Goa Cemara. Ide yan