"Mas, hari ini kamu kerja jam berapa?" Pevita yang sedang memulas bibirnya dengan pelembab sekilas melirik ke arahku.
"Siaran. Aku siaran jam 3 sore, Sayang."
"Jangan lupa ya, nanti jemput aku jam setengah delapan. Oke, Masku Sayang?"
"Siap, Nyonya Besar!"
Pevita yang sudah rapi dan siap ke kantor, duduk di belakangku dan memelukku. Erat dan hangat.
"Duluan, Mas," kataku kepada Keenan yang sedang sibuk mengutak-atik motor besarnya.
"Yo.." Kata kakak laki-laki Pevita itu tanpa mengalihkan pandangan.
Saatnya berangkat.
[]
Aku enggak merasa nyaman dengan istilah "kerja". Aku siaran. Okelah siaran ini termasuk "kerja", tapi aku enggak merasa siaran ini sebagai pekerjaan. Aku menyebutnya siaran. Iya, siaran. Bukan kerja.
Rasanya aneh bilang siaran adalah kerja. Dulu sebelum aku jadi penyiar radio, aku enggak pernah menganggap aku sedang mencari kerja sambilan di tengah aktivitas kuliah. Aku melamar sebagai penyiar radio, ya buat siaran, bukan kerja (seenggaknya aku merasa ini bukan kerja).
Walau aku enggak menganggap siaran sebagai pekerjaan, bukan berarti aku seenak jidat. Justru aku ngelakuinnya tanpa beban. Benar-benar menikmati dan pastinya penuh dedikasi (jiaah.. bahasanya). Semangat ada, antusias ada. Jenuh, udah pasti ada juga kadang-kadang. Asyik 'kan bisa "bekerja" sesuai dengan hobi? Asyik banget. Bukan lagi semata karena uang, tapi melakukan pekerjaan dengan sangat-sangat menikmati. Enggak ada paksaan. Enggak ada sikap mau enggak mau karena aku udah dibayar. Oh tidak! Aku enggak merasa begitu.
Sekarang aku lagi menikmati masa-masa menjadi penyiar radio. Suatu hari nanti aku akan cerita kepada anak-anakku, cucu-cucuku, generasiku berikutnya, aku pernah menjadi penyiar radio. Sampai kapan? Aku bukan tipikal orang yang menyiapkan banyak rencana lima atau sepuluh tahun ke depan. Kalo ditanya sampai kapan aku menjadi penyiar radio, ya.. sampai ada takdir lain untukku. Jawaban yang enggak realistis ya? Ah, sabodo. Hidup itu harus dinikmatin, Bro, Sist. Urusan nanti, ya nanti sajalah.
Semoga aku tetap bisa mempertahankan "pekerjaan" yang benar-benar aku suka. Sejujurnya ada rasa khawatir juga, apa nanti di masa depan aku masih bisa menjalani "pekerjaan" yang membuatku semangat dan enggak menganggapnya sebagai pekerjaan ini? Yah.. memang urusan nanti. Oke, baiklah. Jangan mengkhawatirkan yang belum terjadi. Allah Maha Baik. Pasti ada skenario yang indah untukku di masa depan. Pasti.
Sekarang aku "hanya" harus yakin, percaya, dan berjuang buat mendapatkan apa yang aku mau di masa depan. Cuma modal "yakin" dan "percaya", enggak akan cukup. Berjuang ya, Gus. Berjuang terus! Jangan menyerah.
Satu yang jangan dilupakan, nikmatilah masa sekarang. Masa depan memang penting, tapi jangan sampai masa sekarang terbengkalai. Kita hidup bukan hanya untuk menghadapi masa depan loh.
Jogja, 08.10.2017
Komentar
Posting Komentar