TUJUAN

Kalimat ‘makan untuk hidup’ dan ‘hidup untuk makan’ mengingatkanku dengan lirik lagu ‘Ku Bahagia’ yang dinyanyikan Sherina dalam film Laskar Pelangi. Walau makan susah, walau hidup susah, walau tuk senang pun susah..’ Kenapa ‘makan’ dulu baru ‘hidup’? Izinkan aku bertanya dan silakan kamu menjawab. ‘Apa yang kamu pilih, makan untuk hidup’ atau ‘hidup untuk makan?’ Pilihan yang bisa menjebak. Sekilas seperti enggak ada beda. Kita hidup untuk makan. Kita makan untuk hidup. Eits! Kamu terjebak!
Kita bukan hidup untuk makan, tapi makan untuk hidup. Masa iya seumur hidup hanya memikirkan isi perut? Hidup bukan cuma tentang makan, tapi makan jelas untuk bisa tetap hidup. Kelihatan sih buat yang jeli, seseorang yang tujuan hidupnya ‘makan’. Bukan arti secara harfiah, tapi arti yang lebih luas lagi.
Makan itu nafsu. Nafsu itu ada makan, seksual (apa termasuk keinginan beli ini dan itu, memiliki itu dan ini juga?). Kalau tujuan hidup hanya makan (baca: nafsu), sampai musim semi ada di Pluto, enggak bakal ada habisnya. Selalu ingin lagi, lagi, lagi. Terus... terus.. ya terus... ‘Makan’ memang salah satu tujuan hidup, bukan hidup yang bertujuan hanya untuk ‘makan’. Masing-masing punya cara memperjuangkan hidup. Beberapa memang ada yang sama, tapi enggak bisa disamakan. Walau berbeda, kita harus bhineka tunggal ika.
Cara yang sama dalam memperjuangkan hidup? Ya, misal sama-sama jadi penyiar radio.
Rasanya kok sempit sekali ya kalau tujuan hidup hanya untuk ‘makan’? Padahal banyak sekali pencapaian di hidup ini yang menunggu untuk dijemput. Sayang sekali kalau hanya bertujuan untuk sesuatu yang fana. ‘Makan’ itu fana. Sekali dinikmati, habis, sudah, selesai. Hasil akhirnya nanti juga bakal dibuang. ‘Makan’ dalam arti sebenarnya atau ‘makan’ dalam kurung nafsu, akhirnya juga punya kisah yang sama. Berakhir di pembuangan.
Tujuan hidup itu banyak, so jangan mau diperbudak cuma satu tujuan. ‘Makan’. Masih ada tujuan hidup yang lebih haqiqi (yes pakai ‘q’) dan harus diperjuangkan. ‘Makan’ (masih dalam arti yang lebih luas ya) itu memang harus, karena memang bagian dari hidup. Kalau menghilangkannya, justru bisa mengancam hidup itu sendiri. Harus dilakukan tapi bukan mutlak hanya itu saja yang dikerjakan.
Apa tujuan hidupmu? Yakin memperjuangkan yang haqiqi itu? Atau hanya sekedar ‘ikut arus’ demi enggak diberi label ‘memberontak’? Apapun tujuan hidup kita, memang harus diperjuangkan, bahkan ‘makan’ sekali pun.
Kalau enggak ada usaha, masih berharap Yang Kuasa memberikan pintu yang terbuka?

Jogja, 15.09.2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar