Bukan anak TK,
enggak usah bawa bekal. Memangnya bekal identik dengan anak TK? Iya, di
Indonesia. Beda dengan negara tetangga, Jepang, di sini bawa bekal jadi sesuatu yang "memalukan". Disamakan dengan anak TK. Aku pernah mengalaminya. Mungkin maksud
hati bercanda, tapi merasa sedikit enggak nyaman diledek begitu. Hei, santai
dong. Enggak usah dimasukin ke hati. Apa salahnya bawa bekal? Enggak ada. Enggak salah kok.
Bawa bekal justru
bisa lebih hemat. Bisa lebih bersih juga makanannya kalau yang nyiapin bekal Ibu di
rumah. Kalau makanannya beli di warung terus dimasukin ke kotak bekal?
Sayangnya Indonesia enggak mencontoh Jepang untuk urusan per-bekal-an. Bukan
rahasia lagi, bento a.k.a bekal dari Jepang sangat populer di negaranya. Enggak
ada yang merasa malu dan diledek anak TK saat membawa bekal. Sudah jadi sesuatu
yang sangat umum. Anak sekolah mulai dari playgrup sampai SMA, anak kuliah,
orang kantoran, bawa bekal justru jadi semacam kewajiban.
Pernah baca, salah
satu bentuk perhatian ibu-ibu di Jepang adalah menyiapkan bekal buat anak-anak
dan suaminya. Bekal yang dibikin juga sangat bervariasi. Bukan tentang menunya
sih, tapi tentang kebiasaan bawa bekal itu yang sangat jauh berbeda dengan di Indonesia.
Ada resto cepat saji yang menjual bento, makanan dengan tampilan bento, bukan
bento dalam arti bekal, yang harganya mahal. Dibanding bekal yang sebenarnya,
bekal jenis ini justru bikin boros.
Memang sangat
jarang anak kuliah atau orang kantoran yang membawa bekal dari rumah. Bisa jadi
gengsi dan semacamnya. Aku sekarang enggak pernah bawa bekal (makanan). Bukan
karena malu, tapi aku lebih memilih praktis. Kalau aku bawa bekal,
harus masak nasi sendiri, terus beli lauk di warung makan terdekat. Tahun pertama
jadi mahasiswa aku menyiapkan ini, tapi semakin lama merasa enggak simpel.
Apalagi sekarang aku enggak masak sendiri (lagi). Gimana mau bawa bekal?
Ada beberapa
pandangan (orang Indonesia) tentang per-bekal-an. Ada yang menganggap si
pembawa bento lagi ngirit, si pembawa bento memang pelit, atau enggak punya cukup
duit. Tergantung menunya juga. Kalau isinya salad, makanan sehat, pandangannya
justru berubah dari yang meremehkan menjadi kekaguman. Wah.. gaya hidup sehat.
Kalau aku bukan
anak kost, aku mau banget bawa bekal. Jelas bisa lebih hemat dan terjamin
makanannya. Rasanya pasti menyenangkan kalau dunia per-bekal-an Indonesia bisa
menyamai dunia per-bekal-an Jepang. Jam makan siang buka bento bareng-bareng,
saling icip menu. Wah.. menyenangkan sekali.
Pandangan
meremehkan (orang) Indonesia tentang bekal bukan berarti semua orang Indonesia begini ya. Pasti ada
juga (orang Indonesia) yang ala-ala dunia per-bekal-an Jepang. Kalau menyamaratakan, terkesan
terlalu berpandangan sempit. Aku sampai sekarang masih tetap membawa bekal kok.
Bekal minum. Ke mana pun selalu bawa satu liter air minum yang bahkan kadang
harus isi ulang. Satu liter? Mana cukup? Per-bekal-an air minum masih lebih
baik nasibnya dibanding per-bekal-an makanan. Sangat jarang yang menganggapnya “seperti anak TK”. Bisa dibilang wajar seseorang bawa bekal air minum. Hampir
semua orang membawa bekal yang satu ini.
Jenis bekal ada banyak.
Bukan cuma bekal dalam bentuk makanan, minuman, tapi bekal kehidupan. Beuuuh...
dalem, Bro. Sudah cukupkah bekal hidupmu? Ya.. bekal. Sesuatu yang sengaja
disimpan dan disiapkan. Bekal buat tetap survive, bekal buat menikah, bekal buat
menyiapkan tercerabutnya jiwa dari raga. Aduh... kelihatannya menyeramkan. Bekal-bekal ini memang enggak bisa dipandang sebelah mata. Kalau bekal makanan atau minuman
dianggap seperti anak TK, bekal kehidupan enggak jarang membuat seseorang
justru ketar-ketir. Cukupkah? Gimana kalau kurang? Gimana kalau nggak cukup?
Bekal yang lebih
realistis. Bekal kehidupan. Masih mau nyinyirin lagi?
Jogja, 09.09.2017
Komentar
Posting Komentar