Sekarang media
benar-benar bersaing dengan sesamanya. Media cetak bersaing dengan media
online. Media online bersaing dengan media online lain yang sejenis tapi enggak
sama. Radio bersaing dengan TV. Persaingannya benar-benar gila-gilaan. Kalau
enggak ada inovasi, something new something different, siap-siap ada di ujung
tanduk. Beberapa media cetak bahkan ada yang memutuskan berhenti cetak karena
salah satunya mungkin sudah enggak relevan di era millennials
ini.
Media berjuang
‘hidup’ agar enggak ditinggalkan. Sayang banget ‘kan kalau media yang sudah
eksis berpuluh tahun harus berakhir begitu saja? Walau ‘cuma’ berganti format,
misal dari cetak menjadi online, rasanya tetap enggak rela. Perjuangan bisa
seperti sekarang, media yang bertahan puluhan tahun ini, sangat-sangat panjang.
Menyerah begitu saja? Media yang berganti format ini pasti punya alasan lain
mengubah dirinya. Bisa jadi karena generasi sekarang enggak cocok dengan format
media seperti ini. Bisa juga karena alasan-alasan lain yang enggak bisa
dipublikasikan. Alasan yang terlalu sensitif atau terlalu apalah.
Masing-masing media
punya peranan. Enggak ada yang lebih baik media ini, media yang lain kacangan.
Banyaknya media sebenarnya untuk saling melengkapi. TV tercipta untuk
melengkapi radio yang sebatas audio. Media online melengkapi media cetak dengan
akses informasi yang real time. Kalau harus memiih, aku cenderung ke radio.
Bukan cuma karena aku penyiar radio, tapi feel saat mendengarkan radio
itu yang dalem!
Rasanya beda ‘kan
mendengarkan musik favorit di smartphone dengan di radio? Lebih merinding disko
yang mana? Jelas mendengarkan musik di radio. Daya tarik radio salah satunya
ini. Selalu ada kejutan musik yang diputarkan. Mengutip kata-kata Santi Zaidan,
penyiar Geronimo FM waktu ngisi workshop ‘Aku Penyiar Muda’ sih. Aku sepakat
banget. ‘Seni’-nya mendengarkan radio ya ini. Apalagi kalau musik yang diminta
diputarkan, rasanya bahagiaaa. Pernah merasakan euforia ini?
Radio tanpa penyiar
itu hambar. Sejak aku menemukan passion siaran radio, aku enggak menemukan
kenikmatan mendengarkan radio yang isinya hanya musik. Theater of mind
berpengaruh banget. Membayangkan seperti apa sosok penyiar bersuara renyah itu.
Cantik? Ganteng? Banyak ekspektasi. Ada yang bilang, mendengarkan radio salah
satu cara cerdas memberikan nutrisi untuk otak. Kok bisa? Radio yang enggak
punya kemampuan ngasih visualisasi tentu membuat pendengarnya akan berpikir seperti
apa visual dari yang didengarkan. Theater of mind. Sama seperti membaca.
Masing-masing punya visualisasi yang berbeda walau dari satu objek yang sama.
Justru TV yang
menyediakan paket lengkap enggak membuat penikmatnya berpikir atau membayangkan
seperti apa visualnya. Audio ada, visual ada. Seperti raja yang cukup duduk dan
makan siang sudah siap dinikmati di atas meja. Apa itu artinya TV enggak lebih
baik dari radio dan buku? Mereka saling melengkapi. Sekali lagi, enggak ada
yang lebih superior di antara sesama mereka (baca: media). Masing-masing punya keunggulan dan
kelemahan. Loh? Bukannya tadi membandingkan radio dan TV ya? Jelas banget
membandingkan dan secara enggak langsung mengatakan radio lebih baik.
Tunggu dulu. Aku
hanya menjelaskan keunggulan radio. Aku enggak berkesimpulan TV itu levelnya
lebih rendah dari radio. Aku suka radio, aku memilih radio, makanya aku menjelaskan
keunggulannya. Mendengarkan radio bahkan bisa berbarengan dengan aktivitas
lain. Aku pernah mendengarkan radio sekaligus mencuci baju. Enggak begitu berasa
capek mencuci karena ada yang ‘menemani’. Radio itu bisa dibilang teman yang
bisa menemani dalam banyak kondisi.
Era sekarang
mungkin enggak sebanyak dulu mendengarkan radio secara eksklusif di rumah.
Lebih banyak yang mendengarkan radio di sela-sela kegiatan. Berangkat ke
kantor, mendengarkan radio di mobil. Ngerjain tugas, radio yang mendampingi. Lagi
masak, lebih seru dengan iringan musik di radio. Jarang yang all day long mendengarkan radio. Biasanya memang saat mengerjakan sesuatu. Radio jadi pihak yang 'menemani'.
Mau pilih yang mana?
Jogja, 10.09.2017
Komentar
Posting Komentar